Pages

Monday 10 October 2016

PARADIGMA DALAM PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF

      Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga disebut paradigma penelitian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.  Menurut Newman (1997) terdapat tiga pendekatan, yaitu positivisme, interpretif, dan kritikal. Ketiganya memiliki tradisi yang berbeda dalam teori sosial dan teknik penelitiannya. Sedangkan Burell & Morgan (1979), membaginya dalam empat pendekatan, yaitu fungsionalis, interpretif, radical humanist, dan radical stucturalist. Selain itu, ada juga konsep postmodern yang diperkenalkan oleh Jean-Francois Loytard 1942 (Muhadjir,1994).  
     Paradigma adalah suatu perangkat kepercayaan, nilai-nilai, suatu pandangan tentang dunia, cara kita melihat dunia (Sudarma, 2010). Paradigma adalah sistem keyakinan dasar sebagai landasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa itu hakikat realitas, apa hakikat hubungan antara peneliti dan realitas, dan bagaimana cara peneliti mengetahui realitas. Paradigma merupakan landasan untuk mencari jawaban atas lima pertanyaan mendasar, yaitu ontologi, epistomologi, aksiologi, retorika, dan metodologi (Creswell, 1994). Aksiologi adalah jawaban atas pertanyaan apa peranan nilai, sedang retorika adalah jawaban atas pertanyaan apa bahasa yang digunakan dalam penelitian. Disini akan coba dijelaskan empat paradigma yang biasa digunakan dalam melakukan suatu penelitian, baik itu penelitian kuantitatif maupun penelitian kualitatif,  antara lain positivisme, interpretif, kritis, dan postmodern.  
     Paradigma dalam penelitian kuantitatif adalah Positivisme, yaitu suatu keyakinan dasar yang berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas itu ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Dengan demikian penelitian berusaha untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan (Salim, 2001). Landasan berpikir pendekatan kuantitatif adalah filsafat positivisme yang pertama kali diperkenalkan oleh Emile Durkhim (1964). Pandangan filsafat positivisme adalah bahwa tindakan-tindakan manusia terwujud dalam gejala-gejala sosial yang disebut fakta-fakta sosial yang harus dipelajari secara objektif. Penggunaan data kuantitatif diperlukan dalam analisis yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya demi tercapainya ketepatan data dan ketepatan penggunaan model hubungan variabel bebas dan variabel tergantung.  
    Paradigma dalam penelitian kualitatif adalah Interpretif, Postmodern, dan Teori Kritis. Pendekatan interpretif berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman di dalam ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Jadi fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada realitas independen yang berada di luar mereka. Tujuan pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita sosial semacam ini dan bagaimana realita sosial itu terbentuk (Ghozali dan Chariri, 2007). Paradigma interpretif bercita-cita memahami dan menafsirkan makna suatu kenyataan dan berkeyakinan bahwa kenyataan bersifat cair dan mengalir, karena merupakan hasil kesepakatan dan interaksi manusia. Paradigma ini beranggapan bahwa manusia berkemampuan membentuk makna dan niscaya memberi makna terhadap dunia mereka.  
     Konsep Postmodern pertama kali muncul di lingkungan gerakan arsitektur. Arsitektur modern berorientasi pada fungsi struktur; sedangkan arsitektur posmo berupaya menampilkan makna simbolik dari konstruksi dan ruang. Pada dasarnya teori posmodernisme atau dikenal dengan singkatan “posmo” merupakan reaksi keras terhadap dunia modern. Posmo berupaya mempresentasikan yang tidak dapat dipresentasikan oleh modernism (Muhadjir, 1994). Postmodernisme berpendapat bahwa kebenaran tidak pernah terbayangkan. Kebenaran tidak selalu hadir dari unsur-unsur budaya yang besar. Jalan mencari kebenaran perlu dicari secara kreatif mem­beri makna budaya. Maka budaya yang telah ada perlu didekonstruksi, karena konstruksi yang ada diasumsikan kurang mampu dan gagal menemukan kebenaran. Sandaran dasar kaum postmodernisme, bukan berarti menolak rasionalitas yang telah dibangun kaum interpretif dan sebelumnya, melainkan ingin mencari makna baru lewat kebenaran aktif kreatif. Logika yang digunakan adalah selalu menemukan kebaruan, tanpa standar yang pasti. Dekonstruksi merupakan citarasa postmodern yang paling sering disebut dan paling terasa dalam perubahan paradigma penelitian sosial.
     Penelitian kritis diilhami oleh teori kritis (critical theory) yang sering dihubungkan dengan teori-teori yang diilhami oleh Marxisme dan kebanyakan diajukan oleh para anggota mazhab Frankfurt seperti Jürgen Habermas. Paradigma kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yang meletakkan epistemologi kritik Marxisme dalam seluruh metodologi penelitiannya. Fakta menyatakan bahwa paradigma kritis yang diinspirasikan dari teori kritis tidak bisa melepaskan diri dari warisan Marxisme dalam seluruh filosofi pengetahuannya. Teori kritis pada satu pihak merupakan salah satu aliran ilmu sosial yang berbasis pada ide-ide Karl Marx dan Engels (Denzin, 1994). Proyek utama dari paradigma kritis adalah pembebasan nilai dominasi dari kelompok yang ditindas. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana paradigma kritis memcoba membedah realitas dalam penelitian ilmiah, termasuk di dalamnya penelitian atau analisis kritis tentang teks media.  Teori kritis membuka irasionalitas dalam pengandaian-pengandaian sistem yang ada. Membuka bahwa sebenarnya produksi tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia, melainkan kebutuhan manusia diciptakan, dimanipulasikan demi produksi. Realitas dalam pandangan kritis sering disebut dengan realitas semu. Realitas ini tidak alami tapi lebih karena bangun konstruk kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Pandangan paradigma kritis, realitas tidak berada dalam harmoni tapi lebih dalam situasi konflik dan pergulatan sosial. Titik perhatian penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. Ini berarti bahwa ada hubungan yang erat antara peneliti dengan objek yang diteliti.

0 komentar:

Post a Comment

 

Total Pageviews