Secara umum pendekatan penelitian atau sering
juga disebut paradigma
penelitian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitatif dan
penelitian kualitatif. Menurut Newman (1997) terdapat tiga pendekatan,
yaitu positivisme, interpretif, dan kritikal. Ketiganya memiliki
tradisi yang berbeda dalam teori sosial dan teknik penelitiannya. Sedangkan
Burell & Morgan (1979), membaginya dalam empat pendekatan, yaitu
fungsionalis, interpretif, radical humanist, dan radical stucturalist. Selain itu, ada juga konsep postmodern yang diperkenalkan oleh Jean-Francois Loytard 1942 (Muhadjir,1994).
Paradigma
adalah suatu perangkat kepercayaan, nilai-nilai, suatu pandangan tentang dunia,
cara kita melihat dunia (Sudarma, 2010). Paradigma adalah sistem
keyakinan dasar sebagai landasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa itu
hakikat realitas, apa hakikat hubungan antara peneliti dan realitas, dan
bagaimana cara peneliti mengetahui realitas. Paradigma merupakan landasan untuk
mencari jawaban atas lima pertanyaan mendasar, yaitu ontologi, epistomologi,
aksiologi, retorika, dan metodologi (Creswell, 1994). Aksiologi adalah jawaban
atas pertanyaan apa peranan nilai, sedang retorika adalah jawaban atas
pertanyaan apa bahasa yang digunakan dalam penelitian. Disini akan coba
dijelaskan empat paradigma yang biasa digunakan dalam melakukan suatu
penelitian, baik itu penelitian kuantitatif maupun penelitian kualitatif, antara lain positivisme, interpretif, kritis,
dan postmodern.
Paradigma
dalam penelitian kuantitatif adalah Positivisme,
yaitu suatu keyakinan dasar yang berakar dari paham ontologi realisme yang
menyatakan bahwa realitas itu ada (exist)
dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Dengan demikian penelitian berusaha untuk
mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya
berjalan (Salim, 2001). Landasan berpikir pendekatan kuantitatif adalah filsafat positivisme yang pertama kali
diperkenalkan oleh Emile Durkhim (1964). Pandangan filsafat positivisme adalah
bahwa tindakan-tindakan manusia terwujud dalam gejala-gejala sosial yang
disebut fakta-fakta sosial yang harus dipelajari secara objektif. Penggunaan
data kuantitatif diperlukan dalam analisis yang dapat dipertanggungjawabkan
kesahihannya demi tercapainya ketepatan data dan ketepatan penggunaan model
hubungan variabel bebas dan variabel tergantung.
Paradigma dalam
penelitian kualitatif adalah Interpretif, Postmodern, dan Teori Kritis. Pendekatan
interpretif berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan
bahasa, interpretasi dan pemahaman di dalam ilmu sosial. Pendekatan ini
memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahaminya
dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Jadi fokusnya pada arti
individu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada realitas independen yang
berada di luar mereka. Tujuan pendekatan interpretif
tidak lain adalah menganalisis realita sosial semacam ini dan bagaimana realita
sosial itu terbentuk (Ghozali dan Chariri, 2007). Paradigma interpretif
bercita-cita memahami dan menafsirkan makna suatu kenyataan dan berkeyakinan bahwa
kenyataan bersifat cair dan mengalir, karena merupakan hasil kesepakatan dan
interaksi manusia. Paradigma ini beranggapan bahwa manusia berkemampuan membentuk
makna dan niscaya memberi makna terhadap dunia mereka.
Konsep Postmodern pertama kali muncul di lingkungan
gerakan arsitektur. Arsitektur modern berorientasi pada fungsi struktur;
sedangkan arsitektur posmo berupaya menampilkan makna simbolik dari konstruksi
dan ruang. Pada dasarnya teori posmodernisme atau dikenal dengan
singkatan “posmo” merupakan reaksi keras terhadap dunia modern. Posmo berupaya mempresentasikan yang tidak dapat dipresentasikan oleh
modernism (Muhadjir, 1994). Postmodernisme berpendapat bahwa kebenaran tidak pernah terbayangkan.
Kebenaran tidak selalu hadir dari unsur-unsur budaya yang besar. Jalan mencari
kebenaran perlu dicari secara kreatif memberi makna budaya. Maka budaya yang
telah ada perlu didekonstruksi, karena konstruksi yang ada diasumsikan kurang
mampu dan gagal menemukan kebenaran. Sandaran dasar kaum postmodernisme, bukan berarti
menolak rasionalitas yang telah dibangun kaum interpretif dan sebelumnya,
melainkan ingin mencari makna baru lewat kebenaran aktif kreatif. Logika yang
digunakan adalah selalu menemukan kebaruan, tanpa standar yang pasti. Dekonstruksi
merupakan citarasa postmodern yang paling sering disebut dan paling terasa
dalam perubahan paradigma penelitian sosial.
Penelitian kritis diilhami oleh teori kritis (critical theory) yang sering
dihubungkan dengan teori-teori yang diilhami oleh Marxisme dan kebanyakan
diajukan oleh para anggota mazhab Frankfurt seperti Jürgen Habermas. Paradigma
kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yang meletakkan
epistemologi kritik Marxisme dalam seluruh metodologi penelitiannya. Fakta
menyatakan bahwa paradigma kritis yang diinspirasikan dari teori kritis tidak
bisa melepaskan diri dari warisan Marxisme dalam seluruh filosofi
pengetahuannya. Teori kritis pada satu pihak merupakan salah satu aliran ilmu
sosial yang berbasis pada ide-ide Karl Marx dan Engels (Denzin, 1994). Proyek utama dari
paradigma kritis adalah pembebasan nilai dominasi dari kelompok yang ditindas.
Hal ini akan mempengaruhi bagaimana paradigma kritis memcoba membedah realitas
dalam penelitian ilmiah, termasuk di dalamnya penelitian atau analisis kritis
tentang teks media. Teori kritis membuka
irasionalitas dalam pengandaian-pengandaian sistem yang ada. Membuka bahwa
sebenarnya produksi tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia, melainkan kebutuhan
manusia diciptakan, dimanipulasikan demi produksi. Realitas dalam
pandangan kritis sering disebut dengan realitas semu. Realitas ini tidak alami
tapi lebih karena bangun konstruk kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Pandangan
paradigma kritis, realitas tidak berada dalam harmoni tapi lebih dalam situasi
konflik dan pergulatan sosial. Titik perhatian
penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh
nilai-nilai tertentu. Ini berarti bahwa ada hubungan yang erat antara peneliti
dengan objek yang diteliti.
0 komentar:
Post a Comment