Pages

Wednesday 12 October 2016

Sosio Spiritualitas Di Dalam Akuntansi

Akuntansi merupakan disiplin ilmu dan praktek yang terbentuk dan berkembang sebagai praktek sosial di tengah masyarakat. Akuntansi sebagai ilmu pengetahuan sosial yang disatu pihak telah begitu bermanfaat dalam memberikan kontribusi pragmatisnya dalam kehidupan, namun disisi lain telah sekian lama pula teralienasi dari model sosialnya. Akuntansi dibentuk diatas seperangkat asumsi filosofis tentang pengetahuan, kemanusiaan, dan realitas sosial sebagaimana ilmu-ilmu pengetahuan modern dibentuk, sarat dengan budaya ilmiah yang disertai objektifikasi, penjarakan serta kuantifikasi (Chua,1996). Sejalan dengan perubahan dan perkembangan dalam masyarakat terutama dalam masyarakat bisnis, dapat difahami bahwa akuntansi secara konsep atau teoritis erat kaitannya dengan akuntansi keuangan. Akuntansi dapat dikatakan sebagai suatu sistem yang mengukur aktivitas-aktivitas bisnis, memproses informasi ke dalam bentuk laporan-laporan dan menyampaikannya kepada para pemakai. Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Menurut PSAK,  terdapat empat karateristik kualitatif pokok yaitu: dapat dipahami (understandibility), relevan (relevance), keandalan (reliability), dan dapat diperbandingkan (comparability).
Jika kita melihat pendidikan akuntansi yang diajarkan di beberapa Perguruan Tinggi (PT), selama ini terkesan sebagai pengetahuan yang stagnan, mekanis, dan berorientasi pada materialitis. Stagnan, mekanis, dan materialitis ini dikarenakan pada Pendidikan Akuntansi terjebak pada definisi terkait dengan akuntansi yang terkesan seakan-akan bersifat kaku dan baku. Definisi inilah membatasi daya kritis, menjauhkan dari kreatifitas serta meninggalkan nuansa spiritualitas. Hal tersebut juga berpengaruh di dalam lingkungan akademik atau pendidikan tinggi yang menghasilkan sarjana akuntansi, pandangan tentang akuntansi jadi memprihatinkan. Pendidikan akuntansi cenderung untuk melihat dan “memotret” akuntansi sebagai proses yang merepresentasikan realitas keuangan dan ekonomi, umumnya dengan dasar angka atau bentuk standard moneter lainnya. Pandangan ini membatasi akuntansi hanya pada identifikasi, pencatatan, pengukuran dan pengkomunikasian informasi ekonomi (Blair et al.,2007). Sebagai akibatnya, para mahasiswa atau sarjana akuntansi masih berpendapat akuntansi hanya bisa berperan untuk penyusunan laporan keuangan, pemeriksaan laporan keuangan, perekayaasaan laporan pajak, system informasi akuntansi, dan peran-peran “tradisional” lainnya. Bercermin dari hal itu, maka pendidikan akuntansi memerlukan desekularisasi konsep pembelajaran dan kurikulum akuntansi konvensional  menuju pendidikan akuntansi yang sesuai dengan nilai-nilai utama masyarakat Indonesia yang mengandung muatan sikap kritis, penuh kreatifitas, dan nuansa spiritualitas (Ardi Hamzah, 2007).
Dalam perspektif Spiritualitas Akuntansi telah memberikan warna-warni bagi kehidupan berbangsa dan bernegara terutama spirit untuk menjalankan pengelolaan pemerintahan yang baik Good Corporate Governance sehingga memberikan keyakinan dan semangat bagi masyarakat untuk bersama-sama melakukan perubahan peradaban dunia yang semakin kompleks dengan unsur materialitas dan spiritualitas. Lebih lanjut Triyuwono (2006) menyatakan akuntansi modern memiliki karakter khas yang ada dalam dirinya, yaitu karakter egoistis, materialistis, dan kuantitatif. Kemudian Dalam perspektif ajaran manunggaling kawulo-Gusti, tiga sifat tersebut tidak perlu dihilangkan, tetapi sebaliknya disatukan atau dipadukan dalam interaksi yang dinamis dan harmonis dengan sifat yang lain. Misalnya, sifat egoistis dipadukan dengan altruistis, sifat materialistis dikawinkan dengan spiritualistis, dan sifat kuantitatif dengan sifat kualitatif.
Pada nantinya akuntansi bukan sekedar debet kredit, catatan, hitungan, dan lainnya yang ujung-ujungnya adalah uang. Akuntansi bukan lagi dimaknai sebagai angka-angka. Akuntansi tidak lagi Konsep tentang pertangungjawaban dalam akuntansi juga mulai berubah. Meskipun tidak bermaksud untuk mengurangi pertanggungjawaban keuangan, meluasnya konsep pertanggung jawaban yang “non-keuangan” menjadi suatu tantangan bagi akuntan.

bersambung..........

0 komentar:

Post a Comment

 

Total Pageviews